Arsitektur Data Mesh pada Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik Tingkat Instansi (?) — Part 1

Caesario Kisty
9 min readJul 1, 2023

--

Sebelum membahas Data Mesh, Apa itu Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE)?

Jadi singkatnya, sejak 2003 sebenarnya Pemerintah Indonesia sudah menyadari pentingnya transformasi digital di lingkungan pemerintahan melalui Inpres Nomor 3 Tahun 2003. Berjalan 15 tahun kemudian, ternyata dalam penerapannya menemui beberapa persoalan, seperti belanja TIK yang membesar, inefisiensi pembangunan pusat data, belum optimal dan menyeluruhnya penerapan transformasi digital pada administrasi pemerintahan dan pelayanan publik, jangkauan infrastruktur TIK yang belum merata, serta keterbatasan jumlah SDM dengan kompetensi teknis TIK. Oleh sebab itu, melalui Perpres 95/2018, ditetapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang bertujuan untuk:

  1. mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel
  2. mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya
  3. mewujudkan sistem pemerintahan berbasis elektronik yang terpadu

Dalam SPBE, keseluruhan pemerintahan yang meliputi Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan satu kesatuan yang kemudian menempatkan Arsitektur SPBE Nasional sebagai enterprise architecture untuk keseluruhannya tersebut. Kemudian masing-masing Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah juga diharuskan untuk membuat Arsitektur SPBE-nya masing-masing dengan berpedoman pada Arsitektur SPBE Nasional. Dalam penjabarannya, terdapat 6 domain arsitektur, yaitu Proses Bisnis, data dan informasi, Infrastruktur SPBE, Aplikasi SPBE, Keamanan SPBE, dan Layanan SPBE.

Sesuai dengan konteks diskusi kita kali ini, kita akan berfokus pada domain arsitektur data dan informasi.

Menariknya, domain arsitektur data dan informasi memiliki peran yang paling sentral diantara domain arsitektur lainnya. Sejalan dengan prinsip manajemen data pada DMBOK, bahwa data menentukan bagaimana aplikasi dibangun, bukan sebaliknya. Sentralnya peran arsitektur data dan informasi dijelaskan sebagai berikut:

  1. Arsitektur proses bisnis terdiri dari berbagai macam proses bisnis pemerintahan yang kemudian menghasilkan data dan informasi yang berjalan dari satu proses ke proses lainnya.
  2. Seiring dengan arsitektur proses bisnis yang mendefinisikan arsitektur layanan, untuk mewujudkan layanan terintegrasi dalam pemerintahan membutuhkan data dan informasi yang memenuhi prinsip berbagi pakai dan kaidah interoperabilitas data.
  3. Arsitektur data dan informasi idealnya menjadi dasar dalam membangun aplikasi yang disebabkan fungsi aplikasi sebagai enabler berjalannya layanan digital terintegrasi yang merupakan tempat dimana data dan informasi diproses dan diciptakan.
  4. Dalam konteks ketersediaan, data dan informasi menjadi salah satu objek yang dikelola oleh arsitektur infrastruktur agar selalu dapat diakses ketika dibutuhkan. Selain itu, arsitektur infrastruktur memetakan bagaimana interoperabilitas data berjalan antar satu sistem dengan sistem lainnya.
  5. Data dan informasi saat ini menjadi sebuah aset yang harus dikelola risikonya, sehingga paradigma keamanan tidak cukup hanya bersifat perimeter based melainkan juga harus bersifat data-centric based untuk memberikan jaminan keamanan pada tingkat granularitas yang lebih spesifik.

Pada dasarnya, arsitektur data dan informasi memetakan struktur referensi arsitektur data dan informasi, serta keterkaitan dengan domain lainnya. Secara hirarkis, terdapat 10 data pokok pada tingkat paling atas dan 50 data tematik pada tingkat kedua yang dipetakan untuk arsitektur data dan informasi tingkat nasional. Adapun Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah perlu memetakannya kembali menjadi data topik dan data sub-topik sesuai dengan kewenangan dan direlasikan dengan arsitektur data dan informasi tingkat nasional.

Dalam penerapannya, setiap instansi harus melaksanakan manajemen data sesuai dengan pedoman yang telah diatur dalam Permen BAPPENAS 16/2020. Penerapan manajemen data bertujuan untuk menjamin terwujudnya data yang akurat, mutakhir, terintegrasi, dan dapat diakses sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut, manajemen data SPBE dilaksanakan melalui serangkaian siklus hidup dalam pengelolaan arsitektur data, data induk dan data referensi, basis data, serta kualitas data.

Apabila dipetakan ke dalam kerangka kerja praktik baik DAMA-DMBOK, pengelolaan arsitektur data masuk ke dalam bagian plan & design, pengelolaan data induk dan data referensi serta basis data masuk ke dalam bagian enable and maintain, serta pengelolaan kualitas data masuk ke dalam bagian foundational activities. Adapun Perpres tentang Satu Data Indonesia 39/2019 menjadi Data Governance untuk level nasional.

Lalu bagaimana dengan area dan fungsi pada DAMA-DMBOK lainnya? Beberapa diantaranya sudah diatur oleh peraturan lain. Contoh terkait dengan Data Integration & Interoperability diatur dalam Permenkominfo 1/2023 tentang Interoperabilitas Data dalam Penyelenggaraan SPBE. Kemudian terkait dengan Data Protection diatur dalam Peraturan BSSN 4/2021 yang di dalamnya mengatur tentang keamanan data dan informasi.

Manajemen Data SPBE tingkat nasional menempatkan Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai Walidata dan Produsen Data yang kemudian berperan untuk membagikan arsitektur data serta data induk dan data referensi masing-masing instansi ke dalam Portal Satu Data Indonesia (SDI). Adapun Walidata dan Produsen Data memiliki perannya masing-masing. Walidata merupakan salah satu unit dalam Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah yang melakukan pengumpulan, pemeriksaan, dan pengelolaan data yang disampaikan oleh Produsen Data, sebelum dibagikan sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Sementara itu, Produsen Data merupakan unit-unit dari Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah yang menghasilkan Data berdasarkan kewenangan yang dimiliki.

Selain membagikan data ke Portal SDI, antar instansi juga dimungkinkan untuk melakukan berbagi pakai data melalui Penyelenggaraan Layanan Interoperabilitas Data (LID). Dalam hal melakukan berbagi pakai data instansi dapat memanfaatkan LID tingkat nasional atau berkomunikasi langsung antar instansi melalui LID tingkat instansi.

Di dalam DAMA-DMBOK dijelaskan mengenai model operasi sebuah organisasi menjalankan manajemen data. Secara umum terdapat 3 model operasi, yaitu Decentralized Operating Model, Centralized Operating Model, dan Hybrid Operating Model.

  1. Dalam Decentralized Operating Model, tanggung jawab manajemen data terdistribusi ke semua unit bisnis organisasi. Setiap unit bisnis selaku pemilik data bertanggung jawab pada data dan pengambilan keputusan yang dibuat berdasarkan data untuk domain internal unit bisnisnya. Apabila terdapat pengambilan keputusan yang melibatkan data antar unit bisnis perlu menerapkan prinsip kolaborasi yang ditengahi oleh steering commitee.
  2. Centralized Operating Model merupakan model operasi yang paling umum dan matang untuk digunakan. Seluruh data dalam organisasi dimiliki dan di bawah tanggung jawab unit organisasi yang menjalankan manajemen data. Aktivitas unit bisnis dalam memproses data ketika menjalankan proses bisnis harus mengikuti pedoman terkait dengan manajemen data yang ditetapkan oleh unit manajemen data tersebut.
  3. Hybrid Operating Model,seperti pada namanya, model operasi ini menggabungkan kedua model operasi sebelumnya. Terdapat satu unit organisasi yang memiliki peran menjalankan sebagian fungsi pada manajemen data, namun di setiap unit bisnis juga terdapat tim data yang menjalankan sebagian fungsi pada manajemen data. “Sebagian fungsi” bisa jadi sangat bervariasi tergantung struktur organisasi tertentu. Namun umumnya, penyusunan dan penetapan arsitektur data, data induk dan referensi, serta standar data dan interoperabilitas data terpusat dikoordinir oleh unit organisasi manajemen data. Adapun kepemilikan data tetap melekat pada unit bisnis dan termasuk unit bisnis bertanggung jawab untuk mengelola dan menghasilkan data sesuai dengan konteks bisnisnya serta menjaga kualitas data tersebut.

Berdasarkan penjelasan model operasi tersebut, dapat dilihat bahwa manajemen data SPBE pada tingkat nasional, cenderung menerapkan Hybrid Operating Model, dimana Kementerian BAPPENAS bertindak sebagai Chief Data Officer dengan menetapkan arsitektur data SPBE nasional. Sementara itu, setiap instansi melalui Walidata dan Produsen Data melakukan penyusunan arsitektur data untuk tingkat instansi, melakukan perencanaan, pengumpulan, pemeriksaan, penyebarluasan, dan pembaruan data induk dan data referensi, serta menjalankannya dengan kaidah interoperabilitas data. Hal tersebut disebabkan penempatan Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai unit-unit yang menghasilkan data sesuai dengan kewenangannya.

Konsep data-driven decision sangat erat kaitannya dengan prinsip garbage in garbage out. Pengambilan keputusan yang dibuat berdasarkan data dengan kualitas buruk akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat sasaran. Di saat yang bersamaan, Portal SDI meruapakan hilir untuk data-data yang berasal dari Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Kualitas data pada Portal SDI sangat bergantung pada pelaksanaan manajemen data di masing-masing instansi dalam menjamin kualitas data. Oleh sebab itu, penerapan manajemen data SPBE di tingkat instansi harus diselenggarakan secara optimal untuk menghasilkan data yang berkualitas, serta diharapkan dapat melahirkan kebijakan yang berkualitas pula.

Berikutnya, coba bayangkan penerapan konsep Hybrid Operating Model ini diadopsi untuk penerapan manajemen data SPBE di tingkat instansi. Walidata masing-masing instansi berperan dalam menyusun dan menetapkan arsitektur data SPBE di internal instansinya. Arsitektur sebagaimana dimaksud yaitu berupa spesifikasi data (metadata) untuk Data Induk dan Data Referensi serta ketentuan data berupa tata cara perencanaan, pengumpulan, pemeriksaan, dan penyebarluasan data. Bersamaan dengan itu, Produsen Data dari masing-masing unit organisasi berperan sebagai pemilik data di tingkat unit organisasi. Produsen Data bertanggung jawab untuk menghasilkan data yang sesuai dengan arsitektur data yang telah ditetapkan.

Dalam penerapannya, pada tulisan ini mengadopsi konsep Arsitektur Data Mesh yang diperkenalkan oleh Zhamak Dheghani. Data Mesh bukanlah teknologi, melainkan sebuah paradigma yang pada level implementasi bisa fleksibel sesuai dengan konteks organisasi. Namun demikian, paradigma ini berprinsip pada 4 hal, yaitu:

https://www.datamesh-architecture.com/#what-is-data-mesh

Domain Ownership: Prinsip ini mengharuskan tim domain bertanggung jawab atas data mereka sendiri. Kegiatan analisa data dilakukan berdasarkan domain atau area bisnis yang spesifik. Setiap tim atau kelompok yang bertanggung jawab atas domain tersebut akan memiliki batasan atau lingkup yang sejalan dengan konteks atau kebutuhan sistem yang terkait. Dalam arsitektur ini, kepemilikan data analitis dan operasional dipindahkan ke tim domain.

Penjelasan sesuai dengan konteks organisasi dalam tulisan ini:

  1. Dipetakan pada struktur sebuah organisasi, istilah tim domain tidak selalu merujuk hanya pada satu unit organisasi tertentu. Alih-alih fokus pada struktur, penerapan prinsip ini dapat berfokus pada aspek fungsional yang bisa dalam wujud satu atau lebih unit organisasi, serta teridentifikasi melalui bisnis proses dan jenis data yang diolah.
  2. Istilah dipindahkan dalam konteks data analitis dan operasional dapat dilihat berdasarkan 2 aspek. Aspek logis, benar adanya bahwa kepemilikan data operasional dan analitis menjadi tanggung jawab tim domain. Namun dari aspek fisik, bisa jadi data operasional dan analitis dikelola secara fisik oleh unit yang memiliki fungsi teknologi informasi.

Data as a Product: Prinsip “data sebagai produk” mengadopsi pendekatan Product Thinking pada data. Ini berarti data dipandang dan dikelola seolah-olah itu adalah produk yang memiliki konsumen di luar tim domain dan nilai bisnis yang harus dipenuhi. Tim domain bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan domain lain dengan menyediakan data berkualitas tinggi.

Penjelasan sesuai dengan konteks organisasi dalam tulisan ini:

  1. Prinsip ini sejalan dengan kaidah interoperabilitas data, dimana antar tim domain memiliki hubungan sebagai “Produsen-Konsumen” dalam berbagi pakai data untuk mendukung kegiatan analisa data atau melakukan pengambilan keputusan berdasarkan data.
  2. Kualitas data harus dijamin sesuai dengan arsitektur data yang terdefinisi serta sejalan dengan konsep data yang harus memiliki nilai. Nilai dalam hal ini erat kaitannya untuk mendukung konsumen (tim domain lain) dalam menganalisa data, mengambil keputusan, dan merumuskan program dalam pencapaian target kinerja organisasi.

Slef-serve Data Platform: Ide di balik konsep ini adalah mengadopsi pemanfaatan sebuah platform khusus untuk menyelenggarakan infrastruktur data. Tim platform data menyediakan fungsionalitas, alat, dan sistem yang agnostik terhadap domain untuk membangun, menjalankan, dan memelihara produk data yang interoperabel untuk semua domain. Dengan platformnya, tim platform data memungkinkan tim domain untuk dengan lancar menggunakan dan menciptakan produk data.

Penjelasan sesuai dengan konteks organisasi dalam tulisan ini:

  1. Untuk kepentingan interoperabilitas, Tim platform data bisa berwujud sebuah unit organisasi yang menyediakan layanan teknologi informasi dalam satu organisasi tersebut.
  2. Data platform harus bersifat agnostik terhadap seluruh tim domain. Diantaranya, secara teknis tersedia berbagai macam tools pengolah data seperti Python, R, SQL, no-code platform, atau lainnya. Hal ini dapat mengatasi kemungkinan adanya Gap Skill Issue dari masing-masing tim domain.
  3. Data platform dapat diakses oleh setiap tim domain dan terisolasi antara satu tim domain dengan lainnya. Adapun konsumsi data lintas tim domain memanfaatkan fitur data contract yang terdapat pada Data platform.

Federated Governance: Prinsip ini bertujuan untuk mencapai interoperabilitas antara semua produk data melalui penggunaan standarisasi. Hal ini dilakukan dengan mengadopsi aturan dan pedoman yang sama dalam seluruh data mesh, dan ini dikoordinasikan oleh tim tata kelola. Tujuan utama dari tata kelola federasi adalah menciptakan ekosistem data dengan mematuhi aturan organisasi.

Penjelasan sesuai dengan konteks organisasi dalam tulisan ini:

  1. Tim tata kelola dapat ekuivalen dengan konsep walidata yang berperan dalam merumuskan arsitektur data untuk satu organisasi. Hal ini yang kemudian dijadikan oleh tim domain sebagai rujukan dalam menjaga kualitas data yang dihasilkan. Namun apabila merujuk pada konsep data mesh, maka keterlibatan representasi dari setiap tim domain di dalam tim tata kelola sangat diperlukan dalam merumuskan arsitektur data sebagaimana dimaksud.
  2. Arsitektur data tingkat instansi tetap harus merujuk pada arsitektur data tingkat nasional.

Pada dasarnya pemilihan Data Mesh sebagai konsep arsitektur data merujuk pada fokus Data Mesh dalam melihat pengelolaan data lebih kepada aspek people dan process. Hal ini sejalan dengan konteks pembahasan pada tulisan ini dalam penjabaran manajemen data yang diselenggarakan oleh sebuah organisasi. Adapun dalam aspek teknologi, sebenarnya sudut pandang tersebut lebih banyak dibahas oleh konsep Data Fabric. Namun pada akhirnya, kedua konsep ini bisa saling berbeda namun juga bisa menjadi saling melengkapi. Dalam konteks saling melengkapinya, Data Fabric dapat berperan dalam prinsip penyediaan Data Platform pada Data Mesh. Di mana Data Platform sebagai sebuah solusi teknologi yang dapat mengintegrasikan variasi teknologi sumber data operasional. Sehingga dalam tulisan ini akan lebih komprehensif jika dijelaskan dalam kaca mata Data Mesh.

Sampai di sini, cukup hanya pada pembahasan bagaimana secara high-level konsep Data Mesh diadopsi dalam penerapan manajemen data pada tingkat instansi. Pada bagian selanjutnya akan lebih fokus secara implementasi menjalankan konsep Data Mesh. Sampai jumpa, terima kasih.

--

--